Walhi Jabar Sebut Kecelakaan Gunung Kuda Cirebon bukti Pengelolaan Tambang Jabar Belum Serius

2 weeks ago 40

BANDUNG — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat (jabar) mengungkapkan keprihatinan atas kecelakaan tambang di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, yang terjadi beberapa hari lalu, dan menilai hal ini bukti belum seriusnya pengelolaan tambang di Jabar.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan insiden yang merenggut belasan nyawa tersebut, merupakan bukti nyata dari masih buruknya tata kelola pertambangan serta lemahnya pengawasan regulasi tambang di Jabar, mengingat kejadian tersebut bukan satu-satunya insiden.

“Gunung Kuda bukan satu-satunya insiden yang memakan korban jiwa. Ini menunjukkan bahwa praktik tambang di Jawa Barat masih jauh dari profesional dan abai terhadap standar keselamatan,” kata Iwang saat dihubungi di Bandung, Minggu.

Menurut pengamatan Walhi Jabar, Iwang mengatakan, banyak dari pelaku usaha tambang yang hanya menjadikan dokumen perizinan sebagai formalitas legal untuk menjalankan usaha, bukan sebagai panduan utama dalam praktik operasionalnya.

Padahal, ucap Iwang, dokumen perizinan yang semestinya mencakup pula Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) serta laporan berkala seperti Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) harus diperhatikan dan dijalankan betul oleh para pelaku usaha termasuk evaluasinya.

Di sisi lain, Iwang juga menekankan pemerintah harusnya betul-betul mengawasi kesesuaian dokumen dan praktik di lapangan, dan jangan hanya bertindak setelah insiden terjadi seperti kecenderungan selama ini.

“Apakah pelaku usaha benar-benar menjalankan kewajiban membuat laporan semesteran? Apakah pemerintah benar-benar mengawasi kesesuaian antara praktik di lapangan dengan isi dokumen? Ini yang tidak jelas dan luput dari pengawasan. Kecenderungannya begitu ada korban, baru kelabakan. Ini cerminan fungsi kontrol pemerintah lemah dan harus diperbaiki,” ujarnya.

Terkait tambang di Gunung Kuda Cirebon, Iwang menegaskan tidak berstatus ilegal, dan mereka memiliki berbagai izin. Akan tetapi, ternyata ada ketidaksesuaian antara dokumen dan praktiknya. Seperti, penggunaan alat berat yang tidak sesuai hingga jam operasional yang melebihi batas, kerap terjadi tanpa pengawasan berarti dari pemerintah.

“Artinya ini punya izin, tapi bukan berarti praktiknya sesuai isi dokumen. Misalnya dalam dokumen disebutkan alat yang digunakan adalah A, beroperasi delapan jam sehari, tapi di lapangan pakai alat B dan bekerja 24 jam nonstop. Siapa yang mengawasi itu? Seharusnya pemerintah,” ucapnya.

Di sisi lain, kata Iwang, pihaknya juga mencatat ada peningkatan signifikan dalam aktivitas pertambangan ilegal di berbagai wilayah Jawa Barat seiring keluarnya peraturan baru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang penetapan Wilayah Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), terutama di wilayah Selatan Jabar seperti Garut, Sukabumi, Cianjur, hingga Pangandaran di mana perbukitan dan pegunungan jadi sasaran utama.

Halaman: 1 2

Read Entire Article
Information | Sukabumi |