SUKABUMI – Pemerintah Kota Sukabumi menyebutkan, kerjasama antara pemerintah daerah dengan lembaga nadzir wakaf yang sedang berjalan sudah sesuai dengan aturan, prosedur, dan ketentuan hukum yang berlaku serta berorientasi kepada kemaslahatan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Kepala Bagian Hukum Setda Kota Sukabumi, Yudi Pebriansyah, yang menyebutkan wakaf telah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, PP Nomor 42 Tahun 2006, serta Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2020.
“Wakaf Uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alaih (penerima manfaat wakaf)
sehingga uang pokok wakaf yang dikumpulkan tidak akan habis, karena yang disalurkan adalah hasil dari pengelolaan wakaf uang tersebut, sehingga wakaf uang yang terkumpul tersebut menjadi dana abadi,” tegas Yudi Pebriansyah, Selasa (23/9).
Menanggapi perihal polemik seputar program wakaf yang sempat mencuri perhatian publik beberapa bulan terakhir, Yudi menjelaskan, wakaf merupakan urusan agama yang kewenangannya berada di pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, tidak memiliki kewenangan langsung untuk membuat regulasi yang mengatur materi agama, termasuk wakaf.
“Namun, Pemerintah Daerah tetap bisa mendukung fasilitasi dalam bentuk sosialisasi, mendorong partisipasi masyarakat, serta berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI),” jelasnya.
Karena itu, kerja sama Pemkot Sukabumi dengan Yayasan Pembina Pendidikan Doa Bangsa (YPPDB) dilakukan dalam kerangka aturan. Kerja sama tersebut mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2018 tentang kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga, yang tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pemenuhan pelayanan publik.
“Sehingga ruang lingkup yang diatur dalam kerja sama tersebut salah satu titik tekannya adalah terkait sosialisasi dan literasi mengenai wakaf uang, selain juga mengenai pengumpulan dan penyaluran hasil manfaat wakaf uang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan layanan umum bagi masyarakat Kota Sukabumi,” tambahnya.
Lebih jauh, Yudi memaparkan, kerja sama ini diharapkan dapat menjadi pemicu peningkatan literasi masyarakat mengenai wakaf, mendorong lahirnya nadzir baru, serta memastikan hasil wakaf kembali kepada warga Sukabumi dalam bentuk nyata di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan sosial.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya Badan Wakaf Indonesia (BWI), Kemenag, dan MUI Kota Sukabumi yang tengah memperkuat kelembagaan nadzir dengan melibatkan berbagai organisasi Islam. Pemkot pun mendukung penuh dengan memfasilitasi sertifikasi calon nadzir baru agar pengelolaan wakaf semakin profesional.
Terkait isu yang berkembang, Yudi menegaskan tidak ada konflik kepentingan dalam program wakaf ini. Wali Kota Sukabumi H. Ayep Zaki telah mengundurkan diri dari YPPDB jauh sebelum dilantik sebagai wali kota, dan pengunduran diri tersebut sudah sah secara hukum melalui akta perubahan. Dengan demikian, posisi Ayep Zaki kini sepenuhnya berfokus pada tugas sebagai wali kota untuk melayani masyarakat.
“Pengunduran diri tersebut sudah disahkan dalam akta perubahan, sehingga tidak tercatat sebagai pengurus ataupun pembina YPPDB,” tegasnya.
Yudi menambahkan, Wali Kota Sukabumi berharap program wakaf dipahami sebagai jalan kebaikan bersama. “Wakaf ini diharapkan menjadi sumber manfaat berkelanjutan yang mampu meningkatkan kesejahteraan, memajukan kota, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat Kota Sukabumi,” pungkasnya. (***)