Active Ageing, Penopang Generasi Sandwich

17 hours ago 7

Oleh : Dhading Mahendra, SST., M.E.K.K

INDONESIA tengah memasuki era penuaan penduduk (ageing population), ditandai dengan meningkatnya jumlah lansia setiap tahun. Menurut data BPS, pada 2024 penduduk berusia 60 tahun ke atas telah mencapai 12 persen dari total populasi, dengan rasio ketergantungan lansia sebesar 17,08. Angka ini diproyeksikan menembus 20 persen pada 2045—artinya satu dari lima orang Indonesia kelak adalah lansia.

Fenomena ini mencerminkan keberhasilan pembangunan kesehatan dan kesejahteraan, namun juga membawa tantangan besar. Tanpa persiapan finansial dan sosial yang memadai, lansia berisiko menjadi beban bagi generasi produktif, khususnya generasi sandwich—mereka yang harus menopang dua generasi sekaligus: orang tua lansia dan anak-anak yang masih bergantung.

Tekanan yang dialami generasi sandwich bukan hanya finansial, tetapi juga emosional dan fisik. Data BPS menunjukkan 35,73 persen lansia tinggal dalam rumah tangga tiga generasi, memperkuat potensi beban ganda yang harus ditanggung.

Namun, di balik tantangan itu, terdapat peluang besar: lansia aktif atau active ageing. WHO mendefinisikan active ageing sebagai partisipasi lansia dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, spiritual, dan kewarganegaraan. Pada 2024, lebih dari 55 persen lansia Indonesia masih bekerja, terutama di pedesaan (65,24 persen). Ini membuktikan bahwa lansia bukan semata-mata kelompok rentan, melainkan aset pembangunan.

Sayangnya, kualitas pekerjaan lansia masih rendah. Sebanyak 84,75 persen bekerja di sektor informal, 75,21 persen tergolong pekerja rentan, dan 18,66 persen tidak tetap. Penghasilan mereka pun jauh di bawah upah minimum, hanya sekitar Rp2,07 juta per bulan.

Dari sisi kesehatan, lansia Indonesia menunjukkan tren positif. Angka kesakitan menurun menjadi 20,71 persen pada 2024, dan sebagian besar lansia mengobati keluhan secara mandiri. Lansia yang sehat dan mandiri dapat mengurangi beban perawatan dan tekanan emosional generasi sandwich.

Lansia aktif berkontribusi dalam tiga hal:

1. Ekonomi: Meski kecil, penghasilan lansia membantu menopang rumah tangga.
2. Kesehatan: Lansia yang sehat mengurangi kebutuhan perawatan intensif.
3. Sosial: Lansia dapat membantu menjaga cucu dan urusan domestik, memberi ruang bagi generasi sandwich untuk bekerja lebih produktif.

Namun, potensi ini belum didukung kebijakan yang inklusif. Sebagian besar lansia bekerja tanpa perlindungan tenaga kerja, memiliki pendidikan rendah, dan minim akses teknologi. Hanya 16,19 persen rumah tangga lansia menerima PKH, dan 77,75 persen tercakup JKN. Non-labor income seperti pensiun dan investasi masih jarang dimiliki, dan hanya 34,36 persen lansia memiliki rekening tabungan.

Sudah saatnya pemerintah mengubah paradigma. Lansia bukan beban, melainkan penopang keluarga dan bangsa. Kebijakan pemberdayaan lansia harus mencakup:

  • – Perluasan akses kesehatan dan pendidikan
    – Pekerjaan layak dan perlindungan sosial
    – Infrastruktur ramah lansia dan literasi digital

Active ageing adalah kunci membangun keluarga tangguh dan Indonesia yang mandiri. Lansia yang diberdayakan bukan hanya menopang generasi sandwich, tetapi juga memperkuat fondasi kesejahteraan nasional.(**)

Halaman: 1 2

Read Entire Article
Information | Sukabumi |